HARI MINGGU XI SESUDAH PENTAKOSTA
PANCASILA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA
1 Korintus 7:17-19
Hidup dalam keadaan seperti waktu dipanggil Allah
7:17 Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat. 7:18 Kalau seorang dipanggil dalam keadaan bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan tanda-tanda sunat itu. Dan kalau seorang dipanggil dalam keadaan tidak bersunat, janganlah ia mau bersunat. 7:19 Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.
Sebab, bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah menaati hukum-hukum Allah (ay.19 TB2)
Dalam semangat nasionalisnya, Bung Kamo pernah berkata: “Kalau jadi Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi orang Islam Jangan jadi orang Arab, kalau Kristen jangan jadi orang Yahudi, tetaplah jadi orang nusantara dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini”. Ucapan ini menegaskan bahwa ada jati diri bangsa dalam keberagaman kita. Rakyat dipersatukan oleh Pancasila. Inilah wajah multikultur Indonesia. Maka sebagai umat kristiani yang beridentitas kebangsaan Indonesia, penghayatan dan pengamalan Pancasila selayaknya sejalan dengan iman Kristen.
Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus (1 Kor 7:17-19) mengingatkan agar “Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan seperti waktu la dipanggil” Tentang itu, tiga kali la sampaikan, yakni dalam ayat 17, 20, 24. Hal tersebut berkenaan dengan perubahan status sosial dan tanda-tanda lahiriah, serta sunat yang berdasarkan pada tradisi Yahudi. Bagi Paulus entah mereka hidup menurut tradisi sunat Yahudi atau bukan mereka dapat menjadi bagian dari persekutuan umat Allah. Sebab yang penting menurut Paulus adalah orang-orang Korintus menjalani hidup dengan kasih, ketaatan dan kekudusan di hadapan Allah, apa pun latar belakang tradisi dan status sosial mereka, seperti yang tertulis pada ay. 19 “Yang penting ialah menaati hukum-hukum Allah”
Ada ketegasan pada firman ini, bahwa apa dan siapa pun kita berimanlah menurut keberadaan kita. Konteks hidup kita adalah sebuah realitas sekaligus jati diri. Dari situlah kita membangun kehidupan beriman sebagai murid-Nya. Di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan Pancasila, kita dituntut untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilainya yang sejalan dengan iman Kristen. Di dalam pluralitas suku dan status sosial kita dipanggil, dipersatukan, dan dilayakkan untuk menjadi umat-Nya.
Sumber: [SBU – 11 Agustus 2024 | Pagi]
Doa: (Ajari dan pimpin kami ya Tuhan untuk taat menjalani firman-Mu)