25 Juni 2024 – Pagi | 20240625

MINGGU V SESUDAH PENTAKOSTA


HIDUP BARU SEBAGAI HARTA YANG BERHARGA

Lukas 15:15-19
15:15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 15:16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. 15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.


“Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap Bapa,” (ay.18)
Ada dua hal menarik dari kesaksian seseorang tentang kehidupannya. Pertama, saat orang tersebut mengisahkan masa lalunya yang terpuruk. Masa lalu yang ingin dihapus dari hidupnya. Kedua, titik balik dari yang terpuruk, kemudian perlahan-lahan bangkit menemukan harapan dan semangat hidup. Kisah anak bungsu yang hidupnya melarat di perantauan, jauh dari orang tua dan saudaranya merupakan pengalaman yang buruk. Anak bungsu tidak pernah menyangka hidupnya hancur sampai harus makan makanan sisa yang menjadi makanan babi. Disamping itu ia juga mengeluhkan dalam hatinya bahwa hamba yang bekerja pada ayahnya saja hidupnya cukup bahkan berkelimpahan. Dalam keadaan yang sangat hina, jatuh, dan hancur, si anak bungsu memutuskan untuk pulang kembali kepada ayahnya.
Di sinilah letak titik balik kehidupan anak bungsu ketika ia mengaku kepada ayahnya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap Bapa, aku tidak layak lagi disebut anak Bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan Bapa (18-19).
Anak bungsu menyadari dirinya tidak layak sebagai anak yang dikasihi karena sudah menyia-nyiakan pemberian berharga dari ayahnya. Perjalanan hidup anak bungsu kembali kepada ayahnya adalah titik balik kehidupan yang sangat berharga. Dari perumpamaan ini kita belajar:
Pertama, Bukan Allah yang menjauh dari kita dan bukan Allah pula yang menutup telinga serta mata atas pergumulan kita. Sebaliknya kitalah yang seringkali lebih memilih jalan hidup yang kita anggap baik, lalu menyia-nyiakan pemberian Allah yang berharga bagi hidup kita.
Kedua, sedalam apa pun kita terjatuh, kesadaran untuk kembali kepada Allah harus selalu ada. Sadarlah, betapa berharga berkat Allah bagi kita. Kesadaran untuk kembali hidup bersama Allah selalu ada dan terbuka bagi siapa saja.


Sumber: [SBU – 25 Juni 2024 | Pagi]

Doa: (Ya Kristus, ampunilah kesalahan kami dan bawalah kami hidup dalam ketaatan karena hidup baru bersama-Mu adalah harta yang berharga dan tak ternilai bagi kami)