MINGGU V SESUDAH EPIFANI
MEMBERI YANG TERBAIK
Keluaran 10:21-29
Tulah kesembilan: gelap gulita
10:21 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ulurkanlah tanganmu ke langit, supaya datang gelap meliputi tanah Mesir, sehingga orang dapat meraba gelap itu.” 10:22 Lalu Musa mengulurkan tangannya ke langit dan datanglah gelap gulita di seluruh tanah Mesir selama tiga hari. 10:23 Tidak ada orang yang dapat melihat temannya, juga tidak ada orang yang dapat bangun dari tempatnya selama tiga hari; tetapi pada semua orang Israel ada terang di tempat kediamannya. 10:24 Lalu Firaun memanggil Musa serta berkata: “Pergilah, beribadahlah kepada TUHAN, hanya kambing dombamu dan lembu sapimu harus ditinggalkan, juga anak-anakmu boleh turut beserta kamu.” 10:25 Tetapi Musa berkata: “Bahkan korban sembelihan dan korban bakaran harus engkau berikan kepada kami, supaya kami menyediakannya untuk TUHAN, Allah kami. 10:26 Dan juga ternak kami harus turut beserta kami dan satu kakipun tidak akan tinggal, sebab dari ternak itulah kami harus ambil untuk beribadah kepada TUHAN, Allah kami; dan kami tidak tahu, dengan apa kami harus beribadah kepada TUHAN, sebelum kami sampai di sana.” 10:27 Tetapi TUHAN mengeraskan hati Firaun, sehingga dia tidak mau membiarkan mereka pergi. 10:28 Lalu Firaun berkata kepadanya: “Pergilah dari padaku; awaslah engkau, jangan lihat mukaku lagi, sebab pada waktu engkau melihat mukaku, engkau akan mati.” 10:29 Kemudian Musa berkata: “Tepat seperti ucapanmu itu! Aku takkan melihat mukamu lagi!”
“Seharusnya engkau memberi kurban sembelihan dan kurban bakaran” (ay. 25)
Manusia diselamatkan bukan oleh pemberian persembahan dalam berbagai bentuknya. Pemberian persembahan tidak menentukan keselamatan yang kita terima dari Tuhan. Inilah keyakinan iman Reformasi seperti yang digagas oleh Luther dan Calvin. Lebih jauh mereka juga mengatakan bahwa keselamatan sudah diterima terlebih dahulu sebelum kita tahu arti memberi kepada Tuhan. Itu artinya bahwa persembahan manusia harus dipahami secara baru, bukan sebagai cara beroleh keselamatan, melainkan sebagai ungkapan syukur karena sudah diselamatkan.
Narasi tentang tulah kesembilan, gelap gulita, memperlihatkan kedegilan hati Firaun sebagai seorang pemimpin bangsa yang menolak nasihat dan teguran yang baik. Sebaliknya, ia menantang hamba Allah, Musa dan Harun, bahkan menantang Tuhan sendiri. Untuk kesekian kalinya Musa bahkan Tuhan sendiri bersabar dan memberi kesempatan kepada Firaun untuk bertobat. Tetapi untuk kali kesembilan ini ia mengeraskan hatinya. Bahkan pada ayat 27 disebutkan, “Tuhan mengeraskan hati Firaun”. Ungkapan ini memperlihatkan karakter asli Firaun yang teramat degil dan bermain-main dengan kekudusan Tuhan.
Dalam hubungannya dengan ayat 25, Firaun pun menjadi orang yang mencoba menghalang-halangi pemberian persembahan umat Israel kepada Allah. Jangankan ia turut memberikan persembahannya seperti kata ayat 25, ia justru mencegah persembahan umat itu diberikan dengan tidak mengijinkan ternak Israel ikut dalam ritual pemberian kurban tersebut (ay. 24). Jelas bahwa Firaun tidak mungkin diharapkan akan memberi persembahan terbaik, apalagi akan rela melepaskan Israel untuk mengalami pembebasannya.
Halangan terbesar manusia untuk memberi persembahan adalah hati yang degil dan tidak tahu bersyukur kepada Tuhan. Manusia merasa bahwa ia dapat menyelamatkan dirinya. Padahal keselamatan itu adalah pemberian atau anugerah Allah. Layaklah manusia bersyukur.
Sumber: [SBU – 10 Februari 2024 | Malam]
Doa: (Ajar kami untuk memberi yang terbaik kepada-Mu, ya Tuhan)