07 Mei 2024 – Malam | 20240507

MINGGU VI SESUDAH PASKAH


“PEMAHAT AGUNG”

1 Raja-raja 5:15-18
5:15 Lagipula Salomo mempunyai tujuh puluh ribu kuli dan delapan puluh ribu tukang pahat di pegunungan, 5:16 belum terhitung para mandur kepala Salomo yang mengepalai pekerjaan itu, yakni tiga ribu tiga ratus orang banyaknya, yang mengawasi rakyat yang mengerjakan pekerjaan itu. 5:17 Dan raja memerintahkan supaya mereka melinggis batu yang besar, batu yang mahal-mahal untuk membuat dasar rumah itu dari batu pahat. 5:18 Maka tukang-tukang Salomo dan tukang-tukang Hiram serta orang-orang Gebal memahat dan menyediakan kayu dan batu untuk mendirikan rumah itu.


“Maka tukang-tukang Salomo dan tukang-tukang Hiram serta orang-orang Gebal memahat dan menyediakan kayu dan batu untuk mendirikan rumah itu.” (ay.18)
Dalam masyarakat Toraja terdapat sebuah simbol yang disebut tau-tau. Simbol tersebut merupakan patung kayu yang dipersonifikasi melalui pahatan untuk mengenang orang yang sudah meninggal. Tradisi ini diperuntukkan bagi keturunan bangsawan, sehingga tidak sembarang tau-tau ini dibuat. Dibalik keunikan tradisi ini, kita melihat bahwa manusia sebenarnya hanya bisa mempersonifikasi manusia melalui patung atau keterampilan lainnya. Bahkan, di mata manusia, patung memiliki posisi yang lebih tinggi daripada si pemahat.
Bait Suci yang didirikan Salomo melibatkan ribuan tenaga kerja, bahkan juga para pemahat yang handal. Selain itu, menggunakan bahan bangunan yang sangat mahal yang diperoleh dengan cara yang sangat rumit. Bisa dibayangkan, seberapa megah dan mahalnya harga dari Bait Suci tersebut. Tidak heran jika Bait Suci Salomo menjadi ikon yang terkenal dan selalu menjadi pusat peribadahan sekaligus role model dari sebuah tempat ibadah bagi bangsa Yahudi.
Namun demikian, kisah ini perlu dimaknai secara menyeluruh, yaitu Salomo memperlakukan para pekerjanya dengan sangat manusiawi. Mereka mendapatkan hak yang seharusnya, walaupun mereka adalah para tawanan yang dihukum untuk menjadi hamba. Mereka tetap mendapatkan waktu istirahat yang cukup dan upah yang sepantasnya. Kemegahan Bait Suci tidak menghilangkan rasa hormat terhadap sesama manusia karena manusia adalah ciptaan, dimana Tuhan sendirilah yang berperan sebagai “Pemahat yang Agung”.
Sebagai orang percaya, kita adalah Gereja yang bergerak untuk menjalankan misi Allah. Jangan sampai kita hanya fokus pada pembangunan gedung-gedung gereja yang megah, tetapi fungsi kita sebagai Gereja yang menjalankan misi Allah diabaikan bagi dunia absen dilakukan. Allah adalah Pemahat Agung yang membentuk kita menjadi Gereja yang megah, maka jadilah pribadi yang selalu bermegah dalam melakukan kebaikan dan kasih kepada semua orang.


Sumber: [SBU – 07 Mei 2024 | Malam]

Doa: (Ya Tuhan, terima kasih atas karya kasih-Mu yang agung, tuntunlah kami menjadi alat bagi kemuliaan-Mu)