Seperti tanah yang disiram air hujan, begitulah gambaran iman dari jemaat yang dituju oleh surat Ibrani. Tanah yang menghasilkan tanaman yang berguna dan diberkati Allah, tetapi yang menghasilkan semak duri, tidak berguna, dekat dengan kutuk dan akan dibakar. Jika kita melihat tentang apa yang dihasilkan oleh tanah, maka kita bisa membayangkan benih apa yang ditabur. Benih yang sama, disiram air hujan yang sama, tetapi hasilnya berbeda. Ini adalah sebuah peringatan dari penulis kepada jemaat yang akan menghadapi penderitaan pada waktu itu. Jika mereka menghasilkan semak duri atau tidak setia pada Yesus, maka akan ada upah yang mereka dapatkan.
Penulis Ibrani mengandaikan diri sebagai penggarap tanah, dan meminta jemaat menjadi tanah yang berguna bagi dirinya. Pasti ada kebanggaan tersendiri, jika guru atau pengajar melihat muridnya mempraktekkan pelajaran, apalagi ajaran tersebut bisa dikembangkan. Tentunya sang guru merasa terhormat dengan prestasi si murid. Penulis ingin supaya, ajaran iman yang diberikan kepada jemaat boleh bertahan dan berkembang.
Pengajaran iman sudah kita terima dalam kehidupan kita, baik lewat orang tua, pelayan Pelkat, dan Presbiter. Harapannya ialah iman yang diajarkan itu tidak mandeg, tetapi iman itu menetap dan berkembang dalam kehidupan kita. Harus diakui bahwa, banyak tantangan yang kita hadapi dalam memegang teguh iman kita. Banyak godaan yang merayu kita untuk berbuat dan bersikap yang tidak sesuai dengan iman kita, namun kesetiaan iman itu tidak akan sia-sia dan akan mendapatkan upahnya. Allah Tritunggal yang akan menuntun, memberi kekuatan, dan memperlengkapi iman kita, supaya tetap mampu memegang teguh dan mengaplikasikan iman kita dengan setia sampai akhir.

Sumber: [SBU – 07 Desember 2023 | Pagi]

Doa: (Ajari kami ya Bapa, untuk memegang teguh dan mempraktekkan iman kami dengan setia)